Minggu, 01 Mei 2011

askeb IV

2.1 Gawat Janin
Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima cukup, sehingga mengalami hipoksia, situasi ini dapat terjadi kronik (dalam jangka waktu lama atau akut. Janin yang sehat adalah janin yang tumbuh normal, dengan usia gestasi aterm dan prestasi kepala. Adapun janin yang berisiko untuk mengalami kegawatan (hipoksia) adalah:
Janin yang pertumbuhannya terlambat
Janin dari ibu dengan diabetes
Janin preterm dan posterm
Janin dengan kelainan letak
Janin kelainan bawaan atau infeksi
(buku panduan praktis Pelayanan Kesehatan Maternal & Noenatal, Jakarta, 2006)

2.1.1 MASALAH
Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per menit atau lebih dari 180 per menit.
Air ketuban hijau kental.

2.1.2 PENANGANAN UMUM
Pasien dibaringkan miring ke kiri.
Berikan oksigen.
Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan infus oksitosin).

2.1.3 DIAGNOSIS
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung janin yang abnormal. Diagnosis lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan kental/ sedikit. Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena partus lama, Infuse oksitosin, per¬darahan, infeksi, insufisiensi plasenta, ibu diabetes, kehamilan pre dan posterm atau prolapsus tali pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu penanganan segera.

(1) Denyut jantung janin abnormal
Kotak Kelainan denyut jantung janin (DJJ)
DJJ Normal, dapat melambat sewaktu his , dan segera kembali normal setelah relaksasi
DJJ lambat (kurang dari 100 x/menit) saat tidak ada his, menunjukan adanya gawat janin
DJJ cepat (lebih dari 180 x/menit) yang disertai takhikardi ibu bisa karena ibu demam, efek obat, hipertensi, atau amnionitis. Jika denyut jantung ibu normal, denyut jantung janin yang cepat sebaiknya dianggap sebagai tanda gawat janin


(2) Mekonium
Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat janin mencapai maturitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda-tanda gawat janin. Sedikit mekonium tanpa dibarengi dengan kelainan pada denyut jantung janin merupakan suatu peringatan untuk pengawasan lebih lanjut.
Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang lebih cepat dan penanganan mekonium pada saluran napas atas neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium.
Pada presentasi sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat kom¬presi abdomen janin pada persalinan. Hal ini bukan merupakan tanda kegawatan kecuali jika hal ini terjadi pada awal persalinan.

2.1.4 PENANGANAN KHUSUS
Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, dengan atau tanpa kontaminasi mekonium pada cairan amnion, lakukan hal sebagai berikut:
Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan yang sesuai.
Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin:

Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau menetap, pikirkan kemungkinan solusio plasenta.
Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau tajam) berikan antibiotika untuk.
jika tali pusat terletak di bawah bagian bawah janin atau dalam vagina, lakukan penanganan prolaps tali pusat

Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain gawat janin (mekonium kental pada cairan amnion), rencanakan persalinan:
Jika serviks telah berdilatasi dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di atas sim-fisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin pada stasion 0, lakukan per-salinan dengan ekstraksi vakum atau forseps.
Jika serviks tidak berdilatasi penuh dan kepala janin berada lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin berada di atas stasion 0, lakukan persalinan dengan seksio sesarea .( MIDWIFERY COURSE MATERIALS GROUP,Universitas Muhammadya, Malang 2010)
2.1.5 Asfiksia pada bayi baru lahir
Asfiksia pada bayi baru lahir adalah gagal nafas spontan yang berlanjut dengan gangguan sistemik bermula pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.

2.1.5.1Fisiologi pernafasan bayi baru lahir
Oksigen sangat penting bagi kehidupan sebelum dan sesudah persalinan. Selama di dalam rahim, janin mendapatkan oksigen dan nutrisi dari ibu hamil melalui plasenta. Sebelum hamil, alveoli paru bayi belum mengembang dan terisi oleh cairan. Paru janin tidak berfungsi sebagai media pertukaran oksigen dan karbondioksida. Sehingga paru bayi tidak menjalankan fungsi perfusi atau dialiri darah dalam jumlah yang besar.
Setelah lahir, pertukaran gas respirasi tidak berlangsung melalui plasenta dan fungsi tersebut di ambil alih oleh paru BBL. Oleh karena itu, sesaat setelah lahir, paru akan mengembang dan alveoli terisi oleh oksigen dan pembuluh darah paru melakukan fungsi perfusi sehinnga alveoli dapat menyerep oksigen untuk diedarkan keseluruh tubuh.

2.1.5.2 Reaksi bayi pada masa transisi normal
Biasanya BBL akan melakukan usaha untuk menghirup udara kedalam paru. Hal ini mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jantung interstitial di paru, sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteri pulmonalis dan menyebabkan arteriolus berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu dan berlangsung lama, maka akan menyebabkan kerusakan jaringan otak dan oragan-organ penting lainnya yang dapat menyebabkan kematian atau kecacatan.

2.1.5.3 Patofiologis
Gawat janin sebelum persalinan akan berlanjut dengan asfiksia BBL pascapersalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan penyakit ibu, masalah pada tali pusat dan plasenta atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.

2.1.5.4 Perubahan yang terjadi pada saat asfiksia
Pernafasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika BBL kekurangan oksigen. Pada periode awal bayi akan mengalami nafas cepat (rapid breathing) yang disebut dengan gasping primer. Setelah periodic awal ini akan diikuti dengan keadaan bayi tidak bernafas (apriae) yang disebut dengan apriae primer. Pada saat inifrekuensi jantung mulai menurun, namun tekanan darah masih tetap bertahan.

Bila keadaan ini berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan pada BBL, maka bayi akan melakukan usaha nafas megap-megap yang disebut dengan gasping sekunder yang akan masuk kedalam periode apnea sekunder. Pada saat frekuensi jantung semakin menurun dan tekanan darah semakin menurun dan apabila tidak segera dikoreksi maka dapat menyebabkan kematian pada bayi. Setiap kali menjumpai kasus dengan apnea, harus di perlakukan sebagai apnea sekunder dan segera lakukan resusitasi.

2.1.5.5 Penyebab asfiksia
I. Faktor ibu:
Preeklamsi dan eklamsia
Pendarahan antepartum abnormal (plasenta previa dan sulusio plasenta)
Partus lama atau partus macet
Demam sebelum dan selama persalinan
Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
Kehamilan lebih bulan (lebih 42 minggu kehamilan)
II. Faktor plasenta dan tali pusat:
Infark plasenta
Hematom plasenta
Lilitan tali pusat
Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
Prolapsus tali pusat
III. Faktor bayi:
Bayi kuang bulan/premature (<37 minggu kehamilan) Air ketuban bercampur mekonium Kelainan kongenental yang member dampak pada pernafasan bayi 2.1.5.6 Diagnosis a. Anamnesis: Riwayat penyulit kelancaran proses persalinan (lilitan tali pusat, sungsang, ekstrasi vakum, ekstrasi forsep, dll) Lahir tidak bernafas atau menangis Air ketuban bercampur mekonium b. Pemeriksaan fisik: Bayi tidak bernafas atau nafas megap-megap Denyut jantung <100x/menit Kulit sianosis atau pucat Tunos otot menurun Diagnosis asfiksia tidak harus menunggu selesainya penilaian Apgar 2.1.5.7 Manajemen Resusitasi Begitu bayi lahir tidak menangis, maka lakukan langkah awal yang terdiri dari: Hangatkan bayi dibawah pemancar panas atau lampu Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi Isap lendir dari mulut kemudian lendir Keringkan tubuh bayi dan berikan rangsangan taktil Reposisi kepala bayi Nilai bayi : usaha nafas, warna kulit dan denyut jantung Bila bayi tidak bernafas lakukan ventilasi tekanan positif (VTP) dengan memakai balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40-60 x/mnt dan kemudian nilai usaha nafas, warna kulit dan denyut jantung bayi (setiap selesai melakukan bantuan pernafasan atau setiap 30 detik). Bila dengan tindakan tersebut bayin dapat bernafas spontan dan teratur maka lakukan asuhan BBL pascaresusitasi. bagan 9.1. tahapanresusitasi bayi lahir ya tidak bernafas apneaatau DJ <100 DJ > 100&merahmuda










Bernafas spontan


Dj >100 & merah muda


2.1.5.8 ASUHAN PASCARESUSITASI
Setelah melakukan resusitasi, maka harus dilakukan tindakan :
Pemantauan Pascaresusitasi
Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat
Membuat catatan tindakan Resusitasi
Konseling pada keluarga

Pemantauan pascaresusitasi
Pascaresusitasi harus diberikan asuhan sebagai berikut :
Rawat gabung dengan pengawasan melekat dan ASI sebagai asupan utama
Pantau tanda vital : nafas, jantung, kesadaran dan produksi urin
Termoregulasi (lihat cara menghangatkan bayi atau kontak kulit ibu-bayi
Periksa kadar gula darah (bila tersedia)
Perhatian khusus diberikan pada waktu malam hari
Berikan imunisasi Kepatitis B (selama rawat inap) dan polio pada saat pulang

Waktu optimal untuk merujuk
Rujukan yang paling ideal adalah rujukan antepartum untuk ibu resiko tinggi
Bila setelah upaya pertolongan pertama dan VTP tudak memberikan respons adekuat setelah 3-5x 30 detik evaluasi (2-3 menit VTP)
Bila sampai 10 menit resusitasi, bayi tidak dapat dirujuk atau pasilitas rujukan tidak dapat dicapai dalam waktu yang sama, jelaskan kepada otang tua tentang prognosis bayi yang kutang baik dan pertimbangan manfaat rujukan untuk bayi ini kurang bika terlalu lama tidak segera dirujuk

Gagal resusitasi
Resusitasi inisiasi pernafasan dinilai tidak berhasil jika :
Bayi tidak bernafas spontan dan tidak terdengar denyut jantung setelah dilakukan resusitasi inisial secara efektif selama 3 menit.


2.2 Hidrosefalus

Hidrosefalus adalah penimbunan cairan serebrospinal yang berlebihan di dalam otak.

Cairan serebrospinal dibuat di dalam otak dan biasanya beredar ke seluruh bagian otak, selaput otak serta kanalis spinalis, kemudian diserap ke dalam sistem peredaran darah.
Jika terjadi gangguan pada peredaran maupun penyerapan cairan serebrospinal, atau jika cairan yang dibentuk terlalu banyak, maka volume cairan di dalam otak menjadi lebih tinggi dari normal. Penimbunan cairan menyebabkan penekanan pada otak sehingga memaksa otak untuk mendorong tulang tengkorak atau merusak jaringan otak.

Gejalanya bervariasi, tergantung kepada penyebab dari penyumbatan aliran cairan serebrospinal dan luasnya kerusakan jaringan otak akibat hidrosefalus.

Pada bayi, cairan menumpuk pada sistem saraf pusat dan menyebabkan ubun-ubun menonjol serta kepala membesar. Kepala bisa membesar karena piringan tulang tengkorak belum sepenuhnya menutup. Tetapi, jika tulang tengkorak telah menutup (sekitar usia 5 tahun), maka tulang tengkorak tidak dapat membesar lagi.

A. Pada anak-anak, resiko terjadinya hidrosefalus ditemukan pada:
1. Kelainan bawaan
2. Tumor pada sistem saraf pusat
3. Infeksi dalam kandungan
4. Infeksi sistem saraf pusat pada bayi atau anak-anak (misalnya meningitis atau ensefalitis)
5. Cedera pada proses kelahiran
6. Cedera sebelum atau sesudah lahir (misalnya perdarahan subaraknoid).
7. Mielomeningokel adalah suatu penyakit dimana terjadi penutupan yan g tidak sempurna pada kolumna spinalis dan berhubungan erat dengan hidrosefalus.

B. Pada anak-anak yang lebih besar, resiko terjadinya hidrosefalus adalah:
1.Riwayat kelainan bawaan
2.Space-occupying lesions atau tumor otak maupun korda spinalis
3.Infeksi sistem saraf pusat
4. Perdarahan otak
5.Trauma.

C. Gejala awal pada bayi:
- Kepala membesar
- Ubun-ubun menonjol dengan atau tanpa pembesaran kepala
- Sutura terpisah.

D. Gejala pada hidrosefalus lanjutan:
- Rewel, tidak dapat menahan emosi
- Kejang otot.

E.Gejala lanjut:
- Penurunan fungsi mental
- Gangguan perkembangan
- Penurunan pergerakan
- Gerakan menjadi lambat atau terhambat
- Tidak mau makan/menyusu
- Lemas, tidur terus
- Beser
- Menangis dengan nada tinggi, keras dan singkat
- Gangguan pertumbuhan.

Gejala pada bayi yang lebih tua dan anak-anak bervariasi, tergantung kepada luas kerusakan akibat penekanan terhadap otak. Gejalanya mirip dengan gejala hidrosefalus lanjutan pada anak-anak atau bisa berupa:
- Sakit kepala
- Muntah
- Gangguan penglihatan
- Juling
- Pergerakan mata yang tidak terkendali
- Hilangnya koordinasi
- Langkahnya tidak tegas
- Kelainan mental (misalnya psikosa).
Mengetuk tulang tengkorak secara perlahan dengan ujung jari tangan akan menunjukkan suara abnormal akibat penipisan dan pemisahan tulang-tulang tengkorak.

Vena pada tulang tengkorak tampak melebar. Lingkar kepala membesar atau kepala membesar hanya pada bagian tertentu (paling sering di daerah dahi). Mata tampak tertekan (gambaran sunset, dimana bagian putih mata terlihat diatas iris).
Pemeriksaan saraf menunjukkan adanya defisit neurologis fokal (gangguan fungsi saraf yang sifatnya lokal) dan refleks yang abnormal.

a.Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
Transiluminasi kepala bisa menunjukkan adanya cairan abnormal yang tertimbun di berbagai daerah di kepala
CT scan kepala
Pungsi lumbal dan pemeriksaan cairan serebrospinal
Rontgen kepala (menunjukkan adanya penipisan dan pemisahan tulang tengkorak)
Scan otak dengan radioisotop bisa menunjukkan adanya kelainan pada jalur cairan serebrospinal
Arteriografi pembuluh darah otak.
Ekoensefalogram (USG otak, menunjukkan adanya pelebaran ventrikel akibat hidrosefalus maupun perdarahan intraventrikuler).

Tujuan pengobatan adalah meminimalkan atau mencegah terjadinya kerusakan otak dengan cara memperbaiki aliran cairan serebrospinal.

Pembedahan adalah pengobatan utama pada hidrosefalus. Jika memungkinkan, sumber penyumbatan diangkat. Jika tidak memungkinkan, maka dibuat suatu shunt sehingga cairan serebrospinal tidak perlu melewati daerah yang tersumbat. Shunting ke luar daerah otak bisa dilakukan ke atrium kanan jantung atau peritoneum.

Kauterisasi atau pengangkatan sebagian ventrikel yang menghasilkan cairan serebrospinal secara teoritis bisa mengurangi jumlah cairan serebrospinal yang dibentuk. Jika ada tanda-tanda infeksi, segera diberikan antibiotik. Jika terjadi infeksi yang berat, kemungkinan shunt harus dilepas.

Pemeriksaan lanjutan harus dilakukan secara rutin sepanjang hidup penderita untuk menilai tingkat perkembangan anak dan untuk mengobati setiap kelainan intelektual, saraf maupun fisik.

Jika tidak diobati, angka kematian mencapai 50-60%. Anak yang bertahan hidup akan mengalami kelainan intelektual, fisik dan saraf. Prognosis untuk hidrosefalus yang diobati bervariasi, tergantung kepada penyebabnya. Jika anak bertahan hidup selama 1 tahun, maka hampir sepertiganya memiliki fungsi intelektual yang normal tetapi kelainan sarafnya tetap ada.

Hidrosefalus yang tidak disebabkan oleh infeksi memiliki prognosis yang terbaik, sedangkan jika penyebabnya adalah tumor maka prognosisnya paling buruk.

2.3 ANENSEFALUS

Anensefalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak terbentuk.

Anensefalus adalah suatu kelainan tabung saraf (suatu kelainan yang terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak dan korda spinalis).

Anensefalus terjadi jika tabung saraf sebelah atas gagal menutup, tetapi penyebabnya yang pasti tidak diketahui.
Penelitian menunjukkan kemungkinan anensefalus berhubungan dengan racun di lingkungan juga kadar asam folat yang rendah dalam darah.

Anensefalus ditemukan pada 3,6-4,6 dari 10.000 bayi baru lahir.
Faktor resiko terjadinya anensefalus adalah:
- Riwayat anensefalus pada kehamilan sebelumnya
- Kadar asam folat yang rendah.

Resiko terjadinya anensefalus bisa dikurangi dengan cara meningkatkan asupan asam folat minimal 3 bulan sebelum hamil dan selama kehamilan bulan pertama.

Gejalanya berupa:
Ibu : polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak)
Bayi
- tidak memiliki tulang tengkorak
- tidak memiliki otak (hemisfer serebri dan serebelum)
- kelainan pada gambaran wajah
- kelainan jantung.

Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah:
- Kadar asam lemak dalam serum ibu hamil
- Amniosentesis (untuk mengetahui adanya peningkatan kadar alfa-fetoprotein)
- Kadar alfa-fetoprotein meningkat (menunjukkan adanya kelainan tabung saraf)
- Kadar estriol pada air kemih ibu
- USG.

Bayi yang menderita anensefalus tidak akan bertahan, mereka lahir dalam keadaan meninggal atau akan meninggal dalam waktu beberapa hari setelah lahir.
(Penyakit dan penobatannya.raden fahmi.Universitas Negeri Malang.Malang 2010.)


Kembar Siam
Kehamilan kembar monozigotik terjadi kira-kira 1 diantara 250 kehamilan, sedangkan kehamilam kembar dizigotik cenderung meningkat karena penggunaan obat pemacu ovulasi, seperti klomifen dan fertilisasi in vitro.
Kehamilan kembar ada 2 macam, yaitu :
Kehamilan kembar 2 telur, kehamilan kembar dizigotik, atau kehamilan kembar fraternal. 2 buah telur dihamilkan oleh dua buah sel mani. Kedua sel dapat berasal dari 1ovarium atau masing-masing dari ovarium yang berlainan.
Kehamilan kembar 1 telur, kehamilan kembar monozigotik, atau kehamilan kembar identik. Terjadi dari sebuah sel telur dan sebuah sel mani. Sel telur yang telah dibuahi itu, kemudian membagi diri dalam 2 bagian yang masing-masing tumbuh menjadi janin.
2.4.1.1 Etiologi
Kehamilan kembar 1 telur biasanya mempunyai 2 amnion, 1 korion, dan 1 plasenta. Kadamg-kadang terdapat 1 amnion, 1 korion, atau jarang sekali 2 amnion dan 2 korion. Semua ini tergantung pada saat pemisahan. Jika pemisahan terjadi sangat dini, yaitu dalm 27 jam pertama fertilisasi, maka kemungkinan terjadi 2 amnion, 2 korion, dan 2 plasenta. (Kembar Monozigotik, Diamnion, atau Dikorion ).

Jika pemisahan pada hari ke-4 sampai ke-8 fertilisasi, maka akan terjadi kembar monozigotik, diamnion, atau monokrion ). Jika pemisahan terjadi pada hari ke-8 sampai hari ke-13 setelah fertilisasi, akan terjadi kembar monozigotik, monoamnion, atau monokorion. Pemisahan sesudah hari ke-13 bila sudah terbentuk diskus embrionik yang menghasilkan Kembar Siam.

Kembar siam terjadi jika pemisahan terlambat, pemisahan anak tidak sempurna, jika kedua punggungnya berhubungan disebut Pigopasus, jika perut berhubungan disebut Empalofagus, dan jika kepalanya berhubungan maka disebut Kraniopagus.

2.4.1.2 Diagnosis
Anamnesis → Pada anamnesi dapat diketahui adanya anak kembar dalam keluarga. Umur dan paritas juga harus diperhatikan. Ibu merasa bahwa perutnya lebih besar dari kehamilan biasa dan pergerakan anak mungkin lebih sering terasa. Juga keluhan subjektif lebih banyak, seperti perasaan berat, sesak nafas dan bengkak kaki.
Inspeksi → perut lebih besar dari pada kehamilan biasa.
Palpasi → fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan, teraba 3 bagian besar atau lebih, atau teraba 2 bagian besar berdampingan. Pada setiap kehamilan dengan hidroamnion harus diingat akan kemungkinan kehamilan kembar.
Auskultasi → terdengar bunyi jantung pada 2 tempat yang sama jelasnya, apalagi jika ada perbedaan frekuensi, sekurang-kurangnya 10/menit dihitung pada saat yang sama. Juga elektrokardiografi dapat menetukan anak kembar.
Foto rontgen → tampak 2 buah kerangka anak. Sebaiknya foto rontgen dibuat pada bulan ke-7 agar rangka janin tampak jelas.
Ultrasonografi → kehamilan kembar sudah dapat didiagnosis sejak minggu ke-6 sampai ke-7.
Periksa dalam → kemungkinan teraba kepala yang sudah masuk kedalam rongga panggul, sedangkan diatas syimpisis teraba bagian besar.

2.4.1.3 Penyulit
Hidramnion sering menyertai kehamilan kembar
Adanya hidramnion meninggikan angka kematian bayi, yang kemungkinan karena hidramnion sehingga mengakibatkan persalinan kurang bulan.
Gestosis lebih sering terjadi pada kehamilan kembar dibandingkan kehamilan biasa.
Anemi juga lebih banyak ditemukan pada kehamilan kembar karena kebutuhan anak lebih banyak dan mungkin juga karena ibu kurang nafsu makan.
Persalinan kuran bulan selalu mengancam kehamilan kembar, agaknya karena regangan rahim yang berlebihan.
( Obstetri Patologi )
Bayi Besar
Pimpin persalinan untuk patus spontan
Hati-hati kemungkinan partus tak maju, distosia bahu, dan perdarahan pascapersalinan
Periksa tanda-tanda diabetes pada ibu

2.5.1 DISTOSIA BAHU
2.5.1.1Defenisi
Distosia bahu yaitu suatu masalah dalam proses persalinan dimana kepala janin telah dilahirkan tetapi bahu tersangkut dan tidak dapat dilahirkan.

Setelah kepala lahir dan diikuti dengan putaran vaksi luar sehingga sumbu fronto-oksipital kepala sejajar dengan sumbu horizontal dan bahu sejajar dengan sumbu vertikal ibu dan bahu depan di bawah arcus pubis. Dorongan pada saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu depan melewati tepi bawah syimpisis pubis. Bila bahu gagal melewati simpisis pubis dan tetap pada posisi anteroposterior maka akan terjadi Distosia Bahu.


Depormitas panggul, kegagalan bahu melipat kearah depan ( dada ), penurunan kepala yang tidak disertai akomodasi kedua bahu bayi akan menghambat proses kelahiran bahu.
Sekitar 60% kejadian distosia bahu tidak dapat diduga sebelumnya.

Distosia bahu adalah kegawatdaruratan obstetrik dan dapat menyebabkan trauma dan bahaya pada ibu dan bayi. Kejadian distosia bahu secara keseluruhan berkisar antara 0.3-1%. Pada bayi makrosomia ( BB bayi > 4,000 g ) kejadiannya meningkat menjadi 5-7% dan apabila BB bayi > 4,500 g kejadian distosia bahu menjadi 8-10%.

2.5.1.2 Faktor Resiko
Makrosomia ( > 4000g )
BB bayi pada kehamilan ini
Riwayat persalinan dengan bayi makrosomia
Riwayat keluarga dengan persalinan bayi makrosomia
Diabetes gestasional
Multiparitas
Persalinan lewat waktu tanpa penurunan fungsi nutritif plasenta

2.5.1.3 Tanda – tanda terjadinya Distosia bahu
Tanda yang harus diwaspadai terhadap adanya kemungkinan distosia bahu adalah :
Kala II persalinan yang memanjang
Setelah lahir, dagu bayi melekat di perinium ( turtle’s sign )



2.5.1.4 Diagnosis
Kepala janin dapat dilahirkan tetap berada dekat vulva
Dagu tertarik dan menekan perinium
Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap dibelakang syimpisis pubis.
2.5.1.5 Prognosis
Distosia bahu dapat menyebabkan kompresipada tali pusat sehingga mengakibatkan asfiksia berat yang paralel dengan lamanya distosia.
Kompliikasi karena distosia bahu :
Kerusakan ( dengan pemulihan atau menetap ) pleksus brakhialis oleh rudapaksa persalinan (10% ).
Erb-Duchenne Palsy
Kerusakan terjadi pada nervus servikal setinggi tulang belakang servikal V dan VI
Paralisis klumpke’s
Paralisis akibat kerusakan syaraf servikal VIII dan thorakal I
Patah tulang ( klavikula dan / humerus )
Asfiksia atau kematian bayi.

2.5.1.6 Masalah
Kepala bayi telah lahir tetapi bahu terhambat dan tidak dapat dilahirkan

2.5.1.7 Pengelolaan Umum
Antisipasi terjadinya distosia bahu pada setiap persalinan, trutama pada multipara, diabetes gestasional, dan riwayat makrosomia.

2.5.1.8 Indikasi
Distosia Bahu

2.5.1.9 Syarat
Kondisi vital ibu cukup memadai untuk bekerja sama menyelesaikan persalinan.
Masih kuat untuk mengedan
Tak ada kesempitan panggul untuk mengakomodasikan tubuh bayi
Bayi masih hidup atau diharapkan untuk bertahan hidup.
Bukan monstrum atau kelainan kongenital yang akan menghalangi lahirnya bayi.



2.5.1.10 Penanganan Umum
Pada setiap persalinan bersiaplah untuk menghadapi distosia bahu, khususnya pada persalinan bayi besar.
Siapkan beberapa orang untuk membantu.
2.5.1.11Penanganan lanjut
Buatlah episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.
Dalam posisi ibu berbaribg terlentang, mintalah ia untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sedekat mungkin kearah dadanya, mintalah bantuan 2 orang asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu kearah dada.
Dengan memakai sarung tangan yang telah didesinfeksi tingkat tinggi :
Lakukan tarikan yang kuat dan terus menerus kearah bawah pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah syimpisis pubis.
Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat mengakibatkan trauma pada pleksus brakhialis.
Mintalah seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan kearah bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu.
Catatan : jangan lakukan tekanan fundus, hal ini dapat mempengaruhi bahu lebih lanjut dan dapat mengakibatkan rupture uteri.
Jika bahu masih belum bisa dilahirkan :
Pakailah sarung tangan yang telah didesinfeksi tingkat tinggi, masukkan tangan kedalam vagina.
Lakukan penekanan pada bahu yang terletak didepan dengan arah sternum bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu.
Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai arah sternum.
Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah dilakukan tindakan diatas :
Masukkan tangan kedalam vagina.
Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap pleksi pada siku, gerakkan lengan kearah dada. Tindakan ini akan memberikan ruangan untuk bahu depan agar dapat bergerak dibawah syimpisis pubis.
Jika semua tindakan diatas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain adalah :
Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan.
Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan belakang.

Jadi, Distosia bahu terutama disebabkan oleh kesenjangan imbangan tubuh bayi dan panggul sehingga menyebabkan bahu tidak dapat melalui tepi bawah syimpisis ossium pubis dan menghambat kelahiran tubuh bayi setelah kepala dilahirkan.
Antisipasi terjadinya distosia bahu pada setiap persalinan, terutama apabila instrumrn pemantau kemajuan persalinan mengarah kebagian patologis, dugaan makrosomia, diabetes gestasionalis, multiparitas, kehamilan lewat waktu dengan penambahan taksiran berat janin, dan riwayat persalinan dengan makrosomia atau distosia bahu.

Prosedur untuk menatalaksana distosia bahu diantaranya adalah penambahan sumbu anteroposterior pintu atas panggul dengan posisi Mc. Robert, pengecilan rentang bahu dengan parasat Hibbard/Resnick, parasat Masanti, ( penekanan bahu trans suprasimfisis ), Parasat Rubin ( mendorong bahu kedepan ), pengalihan bahu depan kebelakang menurut parasat Wood atau Schwart-Dixon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar